Tuesday, September 13, 2016

Menata Transportasi Ala Negeri Kincir Angin, Bagian 2

(Tulisan ini merupakan tulisan lanjutan dari artikel berikut: Menata Transportasi Ala Negeri Kincir Angin Bagian 1)

Setelah kurang lebih menempuh perjalanan selama satu jam, saya pun tiba di stasiun Ede dan harus melanjutkan perjalanan dengan bus. Untuk bisa menggunakan bus, lagi-lagi kita harus menggunakan kartu OV-Chipkaart dengan menge-tap pada mesin tap yang berada di sebelah supir bus, karena bus di Belanda tidak memiliki kondektur. Begitupun saat keluar bus, kita harus menge-tap sekali lagi pada mesin, dan jika tidak maka akan dikenakan denda (penalty) berupa tarif transportasi maksimum (asumsi jarak tempuh terjauh) yaitu sekitar 20 euro (sekitar Rp. 300 ribu).

Informasi mengenai halte-halte yang akan dilalui tersedia pada layar informasi bus yang berada di bagian depan bus. Salah satu hal yang penting dilakukan jika menaiki bus di Belanda adalah menekan tombol berhenti (Stop) yang ada di dekat pintu keluar sebelum halte yang ingin kita tuju karena bus hanya berhenti jika ada yang menekan tombol berhenti.

Hal menarik lain yang saya perhatikan adalah mengenai kepastian jadwal keberangkatan angkutan umum. Jadwal kereta api dan bus misalnya, bisa dengan mudah diakses melalui aplikasi ponsel bernama "9292", selain itu juga pada layar informasi yang terdapat di setiap halte dan stasiun. Jadwal keberangkatan ini bersifat real-time, artinya bukanlah perkiraan namun sesuai realita. Menurut analisa sederhana saya, hal ini bisa dilakukan karena sistem yang ada, dimana otoritas pengelola kereta api, Netherland Station (NS) tidak hanya mengelola urusan perkereta-apian saja namun juga menginisiasi untuk terintegrasinya sistemnya dengan sistem dari moda transportasi yang lainnya.
 
Sesampainya di halte bus tujuan, pemandangan pertama yang saya lihat adalah deretan sepeda yang terparkir rapi di parkiran sepeda di sekitar halte. Bersepeda memang menjadi gaya hidup masyarakat di Belanda, tak heran jalur sepeda mereka lebih ramai dilalui dibandingkan dengan jalan raya.




Parkiran Sepeda Pada Halte dan Stasiun


Yang pertama adala tata-kotanya yang bersifat "compact", dimana pendekatan yang digunakan dalam membangun kota secara padat dan terpadu. Kota di Belanda tidak bersifat menyebar (sprawl) seperti kota-kota di Indonesia, dimana pusat-pusat kegiatan kota berada berjauhan. Contoh sederhana dari sifat compact ini adalah keberadaan tempat berbelanja, taman bermain (ruang publik), sekolah, restoran, tempat hiburan, dsb dalam radius kurang dari satu kilometer dimana jarak ini masih mampu ditempuh dengan berjalan kaki atau bersepeda.

Yang kedua adalah mengenai cuaca, dimana cuaca di Belanda relatif lebih sejuk dibandingkan dengan cuaca di Indonesia. Bahkan saat musim panas sekalipun temperatur cuaca pada umumnya masih berada di bawah angka 30 derajat celcius. Belum lagi didukung dengan anginnya yang juga sejuk. Akan tetapi, bukan tidak mungkin mendorong masyarakat Indonesia untuk bersepeda dan berjalan kaki. Hanya saja penghijauan pada jalur pejalan kaki dan jalur pesepeda sangat penting untuk dilakukan sehingga menjadi teduh dan nyaman untuk dilintasi.

Hal terakhir yang mendorong penggunaan sepeda di Belanda adalah ketersediaan fasilitas pendukung pesepeda yang lebih memadai seperti jalur khusus sepeda, parkir sepeda, cctv di tempat parkir, rambu lalu lintas khusus pesepeda, serta tombol penyeberangan khusus pengguna sepeda dsb.

Kesimplannya, kota-kota di Indonesaa dapat sedikit banyaknya belajar dari kota-kota di Negeri Kincir Angin dalam menata transportasi yang lebih baik. Pembagian peran moda transportasi (modal split) mulai dari lingkup wilayah terkecil yaitu kawasan permukiman dengan sepeda, lintas kawasan dengan dengan bus, serta lintas kota dengan kereta api. Adapun hal ini dapat diadaptasikan sesuai dengan kearifan lokal yang ada di Indonesia yaitu dengan turut mengintegrasikan sistem tranportasi dengan angkot, becak, ojek dsb untuk menata transportasi Indonesia yang lebih efisien. (/hm)

Ditulis oleh Hafi Munirwan
Mahasiswa Master of Urban Environmental Management,
Wageningen University, Netherlands.
(Email: hafi.munirwan@gmail.com, instagram: @hafimunirwan)
Share this post:  
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment