Friday, July 01, 2016

'OTOP' dan Pengembangan Ekonomi Lokal di Thailand


Jika kita menilik sejarah yaitu pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda  negara-negara di Asia akibat peningkatan nilai kurs dollar ($). Salah satu negara yang mengalami pukulan telak dari penurunan nilai mata uang tersebut adalah Thailand. Tercatat perekonomian Thailand menurun drastis jika dilihat dari angka pendapatan perkapita yang terus merosot dari tahun 1997 hingga tahun 2001, yaitu dari 3.055 US$ menurun hampir setengahnya  yaitu menjadi 1.832 US$ (Data World Bank 1997-2001).

Merespon penurunan ekonomi negara Thailand, Perdana Menteri Thaksin Shinawaratra kemudian menerapkan kebijakan-kebijakan untuk memulihkan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di Thailand. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah One Village One Product (OVOP), berasal dari Prefektur Oita, Jepang. OVOP sebelumnya telah terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi lokal di Jepang. Sehingga berbagai negara turut menerapkan kebijakan ini, diantaranya Filipina, China, Taiwan dan Thailand. Kebijakan OVOP ini oleh pemerintah Thailand kemudian diperkenalkan dalam bahasa  lokal yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat, yaitu One Tambon One Product (OTOP).

OTOP merupakan suatu konsep atau program untuk menghasilkan suatu jenis komoditas unggulan yang ada di dalam suatu kawasan tertentu. Pengertian kawasan dalam hal ini bisa meliputi suatu area wilayah dengan luasan tertentu seperti wilayah kecamatan (tambon).

Pengembangkan OTOP didasarkan pada tiga filosofi:
1. Produk berkearifan lokal yang diterima secara global
2. Menghasilkan produk atas kreativitas penduduk lokal
3. Mengembangkan sumberdaya manusia

Dari ketiga filosofi tersebut dapat kita lihat bahwa OTOP mendorong peningkatan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merupakan penduduk lokal. Meningkatnya sumber daya manusia ini juga diiringi kemampuan produksi dan kreativitas komoditas unggulan yang disesuaikan dengan kearifan lokal (local wisdom) serta memiliki mutu/kualitas berstandar internasional. 

(Photo Credit: PWK UGM)

Program OTOP  bertujuan untuk membangkitkan perekonomian Thailand dengan mengembangkan desa-desa melalui produk unggulan yang mereka miliki serta berdaya saing tinggi. Produk unggulan tersebut diolah di setiap kecamatan (tambon) yang ada di Thailand, untuk kemudian dipasarkan  pada lokasi-lokasi strategis yang berada di Bangkok sehingga dapat memudahkan akses bagi masyarakat maupun wisatawan untuk memperolehnya. Beragam jenis produk unggulan yang telah berhasil dikembangkan melalui program One Tambon One Product (OTOP) antara lain : makanan, minuman, tekstil, kerajinan tangan, souvenir, perhiasan, serta tanaman obat. 

Pemerintah Thailand memiliki peran yang sangat penting dalam menginisiasi dan implementasi program OTOP. Di tingkat nasional, kebijakan OTOP ini berjalan melalui integrasi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Daerah Tertinggal, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian. Seluruh pemerintah mendorong pemasaran dan promosi yang terintegrasi antara pelaku produksi komoditas OTOP produsen dengan pasar penjualan komoditas OTOP.  Selain itu, dalam rangka mengintegrasikan program  OTOP pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan (tambon), dan dalam tingkat desa (village) saling berkoordinasi dengan saling memperhatikan kebijakan pada skup yang lebih luas.  

Untuk mencapai kesuksesan program OTOP, pemerintah melakukan implementasi secara bertahap dengan fokus yang berbeda-beda setiap tahunnya. Pada tahun 2001, fokus yang dilakukan adalah mengintegrasikan seluruh pemangku kebijakan skala nasional yaitu kementerian-kementerian yang terkait. Pada tahun 2002, fokus yang dilakukan adalah mencari produk-produk OTOP yang sesuai dengan potensi serta permintaan pasar nasional dan pasar internasional. Pada tahun 2003, fokus yang dilakukan adalah melakukan stimulasi bagi “tambon” yang memproduksi OTOP melalui program OTOP Product Champion (OPC). Pada tahun 2004, fokus yang dilakukan adalah menentukan standar-standar produk OTOP dimana setiap produk OTOP diberikan “brand” yang berbeda berdasarkan kualitas dari produk masing-masing.

Setelah memiliki produk-produk dan standar yang jelas, maka pada tahun 2005 fokus yang dilakukan beralih kepada pemasaran produk OTOP. Pada tahun 2006, masih dalam menstimulasi semangat semangat para produsen OTOP maka kebijakan OTOP Product Champion (OPC) mulai diterapkan. Pada tahun 2007, fokus yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program Knowledge-Based OTOP. Pada tahun 2008, dilakukan promosi untuk meningkatkan antusias masyarakat terhadap kewirausahaan melalui program OTOP.

Pada tahun 2009, untuk menambah pemasukan dalam bidang pariwisata maka dikembangkan OTOP Tourism Village. OTOP Tourism Village ini adalah desa-desa wisata OTOP yang selain menjual produk-produk OTOP namun juga menambah daya tarik wisatawan dengan memperlihatkan proses pembuatan produk-produk OTOP ini secara langsung.

Dimulai pada tahun 2010, ketika program OTOP sudah terlaksana dengan baik dari segi produksi, distribusi dan pemasaran maka fokus yang dilakukan berganti menjadi OTOP Sustainability. OTOP Sustainability ini berkait dengan keberlanjutan program OTOP agar tetap berlangsung serta lebih berkembang. Tujuan dari fokus ini adalah agar kesuksesan program OTOP  yang telah dilakukan selama  10 tahun dan telah melibatkan lebih dari 22.762 desa serta lebih dari 1,3 juta tenaga kerja ini tetap bertahan. Sehingga program OTOP ini terus berdampak terhadap kemajuan ekonomi lokal dan ekonomi wilayah di Thailand. (/haf)

Ditulis oleh Hafi Munirwan
Mahasiswa Master of Urban Environmental Management,
Wageningen University, Netherlands.
(Email: hafi.munirwan@gmail.com, instagram: @hafimunirwan)
Share this post:  
Comments
0 Comments