Wednesday, September 26, 2018

Mengenal Sistem Pemilahan Sampah di Belanda

https://typicalnl.wordpress.com/2012/04/25/how-to-throw-your-household-waste-in-the-netherlands/

Pertama kali datang di Wageningen - sebuah kota kecil di sebelah timur Belanda - 2 tahun silam, saya tergagap dengan sistem pembuangan sampah yang begitu sistematis disana (maklum, tidak terbiasa memilah sampah dengan benar disini, karena abang tukang sampah yang datang setiap dua hari sekali hobi mencampur semua sampah jadi satu dalam gerobak sampah elektriknya).

Jadi, kembali ke cerita tentang Wageningen, di setiap kompleks permukiman (khususnya di apartemen tempat saya tinggal), rata-rata sudah disediakan tiga tempat untuk membuang sampah yang terdiri dari:

1.    Kertas

Sampah kertas ini ditampung dalam sebuah kotak besi dengan bukaan bagian atas. Sayangnya, bagian tutup kotak tersebut tidak bisa tertutup sempurna, sehingga terkadang saat hujan, kertas di dalamnya menjadi basah karena air hujan mampu menembus ke dalam kotak. Saya sering iseng mengintip sampah ini ketika akan membuang sampah, sekedar ingin mengetahui apa sebenarnya sampah kertas yang dihasilkan oleh tetangga yang kebanyakan orang Belanda. Isinya antara lain kertas selebaran supermarket, surat-surat, kardus bungkus pizza, dan semacamnya. Kalau di Indonesia, mungkin kotak sampah ini yang paling bersih karena laris diangkut oleh pemulung untuk diloak!

2.    Organik

Tempat sampah untuk jenis organik ini berbentuk plastik berwarna hijau, berukuran paling kecil jika dibandingkan dengan tempat sampah kategori lainnya. Jika di rumah-rumah pribadi (bukan unit bertingkat), biasanya tempat sampah ini akan diletakkan di pinggir jalan pada hari-hari tertentu ketika ada jadwal pengambilan sampah oleh petugas untuk memudahkan mereka dalam pengambilan sampah. Setelah itu, pemilik rumah wajib meletakkan tempat sampahnya kembali ke halaman rumah mereka masing-masing. Di apartemen saya, tempat sampah organik ini tidak perlu dipindah-pindah karena lokasinya mudah dijangkau. Saya juga terkadang iseng mengintip isi tempat sampah ini, sambil tutup hidung tentunya karena bau semerbak yang ditawarkan. Kebanyakan isinya adalah daun-daun kering dan sisa makanan seperti cangkang telur dan potongan bonggol sayuran. 

3.    Other waste

Tempat sampah ini berukuran paling besar dibanding dua tempat sampah lainnya, dan ketika saya intip, isinya adalah buntelan-buntelan kantong plastik hitam besar. Sampah yang diperbolehkan untuk dibuang di tempat sampah ini adalah selain kategori sampah yang sudah disediakan khusus tempat pembuangannya seperti pospak dan kemasan makanan instan.

Tempat sampah untuk ketiga kategori ini biasa disebut sebagai tempat sampah komunal, yaitu tempat sampah bersama yang bisa diakses dengan mudah oleh penghuni rumah yang bertempat tinggal di satu komplek permukiman tersebut. Sebagai contoh, saya tinggal di apartemen berlantai 4, dengan masing-masing lantai terdiri dari 4 (empat) Kepala Keluarga. Masing-masing tempat sampah tersebut disediakan di tiap-tiap satu komplek apartemen keluarga. Maka meskipun apartemen saya terletak berdekatan dengan apartemen sebelah, kami memiliki tempat sampah komunal tersendiri.

(Apartemen saya di Belanda. Tempat sampah komunal terletak di area pintu masuk)

Sebelumnya, saya pernah tinggal di apartemen yang terbilang cukup elit. Tempat sampah komunal yang tersedia hanya bisa dibuka menggunakan kartu pass (semacam kartu ATM), dan kartu tersebut hanya dimiliki oleh penghuni apartemen (kecuali tempat sampah kertas yang bisa diakses oleh siapa saja). Sayangnya saya hanya tinggal 2 bulan di apartemen tersebut, sehingga kurang tahu apa kelebihan dari kartu pass tersebut (selain untuk membuka tempat sampah, tentu saja). Di apartemen saya yang baru, yang tidak elit lagi, semua tempat sampah bisa dibuka oleh siapa saja.

Meskipun demikian, kita tetap harus berhati-hati dalam membuang sampah. Salah seorang rekan saya baru saja dikenakan denda sampah sekitar 70 Euro (atau sekitar Rp1.200.000,-) karena ketahuan mencampur sampah di kantong plastiknya. Pengelola sampah bisa mengetahui hal tersebut karena terkadang mereka melakukan pengecekan secara acak, dan rekan saya tersebut mencampur sebuah surat bertuliskan nama dan alamatnya ke dalam kantong plastik yang dibuang dalam tempat sampah kategori ‘other waste’, bukannya di tempat sampah kertas J

Tersedianya pembuangan sampah yang sudah terpilah ini benar-benar memudahkan saya untuk memilah sampah, mulai dari skala lingkungan paling kecil yaitu keluarga. Meskipun tantangan memiliki sampah organik di Belanda pada musim panas adalah menjamurnya belatung (apalagi jika membuang daging), sehingga ketika musim panas maka saya harus membuang sampah organik lebih sering daripada ketika musim dingin. Saya baru tahu dari papan informasi tentang pemilahan sampah yang disediakan oleh Pemerintah Kota Wageningen (beberapa hari sebelum meninggalkan Wageningen), bahwa ternyata sampah daging dan ikan seharusnya dibungkus dengan kertas koran sebelum dibuang. Pantas saja belatung di rumah tak sungkan untuk singgah, ternyata membuang sampah organik yang satu ini ada triknya tersendiri. Oh iya, jangan kuatir jika sampah organik kita bungkus menggunakan koran/ plastik sampah. Karena kertas koran/ plastik sampah di Belanda rata-rata sudah bersifat dapat didaur ulang (bio-degradable), sehingga sah-sah saja membuang sampah berikut dengan plastiknya di tempat sampah komunal.


Pengelolaan sampah ini dilakukan oleh pihak swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Wageningen. Sistem pengambilan sampah dilakukan secara otomatis menggunakan mobil berwarna kuning, setiap dua  atau tiga hari sekali. Dalam proses pengambilan sampah, petugas hanya berfungsi sebagai operator untuk memasangkan (meng-attach) tempat sampah tersebut ke mobil, sebelum sampahnya dituang ke dalam mobil dengan menggunakan mesin. Hal ini menguntungkan petugas sampah karena mereka tidak perlu bersentuhan langsung dengan sampah, sehingga dapat mengurangi resiko terkontaminasi oleh kuman atau bakteri yang mungkin ada di dalam sampah-sampah tersebut. 

Tipe sampah lainnya seperti kaca dan tekstil juga harus dipilah, namun tempat pembuangannya tidak tersedia di lingkungan permukiman. Alih-alih, disediakan di titik-titik strategis yang biasanya terletak berdekatan dengan/ di dalam supermarket lokal. Tempat sampah tersebut disediakan untuk membuang beberapa jenis sampah dengan kategori sebagai berikut:

1.    Baterai/ lampu/ tinta printer/ telepon

(Contoh tempat pembuangan sampah batere/ lampu/ tinta/ telepon di salah satu supermarket)

Tempat sampah ini umumnya tersedia di supermarket lokal seperti Hoogvliet dan Jumbo (tetapi tidak tersedia di Lidl ataupun Aldi), dan terletak di dekat pintu masuk. Pernah suatu saat, saya agak kebingungan ketika akan membuang kabel HP, dan akhirnya nekad memasukkan kabel tersebut ke dalam kategori ‘telepon’. Mudah-mudahan tidak kena denda J. Karena jenis sampah ini tidak terlalu sering saya produksi, maka seringkali saya kumpulkan terlebih dahulu sampah-sampah tersebut sebelum membawanya ke supermarket untuk dibuang. Sebenarnya jika malas, bisa saja mencampur sampah tersebut ke dalam ‘other waste’, agar tidak perlu repot-repot mensortir sampah ini. Tetapi kemudian rasanya berkhianat dengan alam. Sehingga saya memilih untuk tidak melakukannya.

2.    Kaca

Penampungan sampah kaca ini terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu kaca berwarna hijau (groen), coklat (bruin), dan bening (witte). Kaca berwarna hijau/ coklat biasanya berasal dari botol bir yang dijual bebas di supermarket, sedangkan kaca bening biasanya berasal dari peralatan makan seperti piring dan gelas. Berbeda dengan tempat sampah lainnya yang berada di atas permukaan tanah, maka tempat sampah kaca ini terletak di dalam tanah. Yang muncul di permukaan hanya lubang kecil berukuran sebesar bagian bawah botol kaca. Karena ukurannya yang kecil itu, maka sampah mangkok besar atau vas bunga sudah dipastikan tidak akan muat. Untuk itu, sampah kaca yang berukuran besar akan diletakkan begitu saja di dekat lubang sampah. Membuang sampah kaca disini rasanya menyenangkan, karena bunyi kaca yang terdengar nyaring ketika kacanya menyentuh dasar tempat sampah yang terbuat dari stainless steel. Lebih menyenangkan lagi tentunya karena saya yakin bahwa sampah kaca saya disimpan di tempat aman dan tidak akan melukai orang yang tidak sengaja menginjak pecahannya.

3.    PMD (Plastic, Metal, and Drinks package)

Tempat sampah ini bisa dikombinasi untuk menampung tiga jenis sampah tersebut di atas. Adapun detail sampah yang boleh dibuang disini antara lain botol minuman kemasan (baik itu plastik/ can/ kotak), plastik bekas bungkus sayuran/ buah, ataupun botol plastik bekas minyak/ cuka (Sumber: https://www.cure-afvalbeheer.nl/en/all-about-waste/pmd/). Pada suatu pagi ketika akan membuang sampah kaca di supermarket dekat rumah, saya melihat seorang bapak tua sedang membuang sampah plastik bekas wadah salad ke dalam kotak sampah bertulis PMD ini. Sebelumnya, saya tidak tahu bahwa ternyata ada wadah khusus untuk sampah jenis ini, jadi selama ini saya selalu membuangnya ke kategori ‘other waste’L. Iseng saya bertanya ke bapak tersebut, sampah jenis apa saja yang boleh dibuang disana. Namun si bapak kurang bisa berbahasa Inggris, dan hanya menunjuk papan tulisan yang tertempel di kotak tersebut. Setelah saya amati, papan itu berisikan informasi mengenai jenis sampah apa saja yang boleh dibuang disitu dan petunjuk bagaimana sampah tersebut harus dibuat flat sebelum dibuang.

(Informasi mengenai jenis sampah yang boleh dibuang di tempat sampah PMD, dalam Bahasa Belanda).



4.    Baju/ sepatu/ tekstil


Berbeda dengan tempat sampah lainnya yang mudah ditemukan di tempat umum dan dapat diakses dengan mudah, tempat sampah baju/ sepatu/ tekstil ini pada umumnya dalam keadaan terkunci. Hanya penghuni rumah yang memiliki kartu passsampah yang bisa membuka tutupnya, dengan mengetap kartu tersebut kedalam pemindai. Untungnya, salah satu supermarket di dekat rumah saya menyediakan tempat sampah yang dapat diakses dengan mudah, sesuai dengan jam buka toko.

Banyaknya jenis tempat sampah di Wageningen mengajarkan saya bahwa sejatinya sampah pun memiliki nilai, layak untuk diperhatikan, dan sebisa mungkin dikembalikan nilainya sesuai dengan nilai semula.

Jika di Wageningen konsep pemilahan sampah sudah terbangun secara sistematis, bagaimana dengan Indonesia? Bisakah sistem yang sama diterapkan dan kira-kira kendala apa yang dihadapi dalam proses penerapannya? 

(bersambung)


Ditulis oleh:
Reniati Utami
(Alumnus Wageningen University)
IG: @reniuta, LinkedIn: Reniati Utami

Share this post:  
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment