Thursday, June 21, 2018

Mengapa Anak-Anak di Belanda Lebih Sejahtera?


Belanda dalam beberapa tahun terakhir selalu menempati posisi teratas dalam daftar UNICEF terkait dengan kesejahteraan anak (child well-being). Pada tahun 2013, Belanda berada di urutan teratas dari 29 negara, yang mana urutan pertama dan kedua ditempati oleh Norwegia dan Islandia. Indonesia belum masuk dalam daftar yang diperingkat dan masih dalam tahap pilor (lihat: https://www.unicef-irc.org/publications/pdf/rc11_eng.pdf). Indikator yang digunakan ada lima, yaitu: kesejahteraan material, kesehatan dan keselamatan, pendidikan, perilaku dan resiko, serta perumahan dan lingkungan. Pada tiga indikator dari seluruh indikator tersebut, Belanda menempati urutan pertama.

Indeks dan indikator adalah pendekatan untuk memahami suatu kondisi. Lebih menarik apabila menyimak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Belanda untuk memfokuskan pada hal penting bagi pembangunan berkelanjutan ini. Menurut saya, aspek perumahan dan lingkungan adalah salah satu kunci utamanya. Anak-anak nantinya menjadi generasi yang mewariskan planet dan isinya untuk dikelola dengan sebaik-baiknya. Kesejahteraan mereka saat ini bisa jadi merefleksikan pengelolaan lingkungan terbaik yang bisa diterima oleh bumi pada masa mendatang.

Rumah tinggal di Belanda memang bukan yang termurah dan termudah untuk diperoleh. Dalam beberapa tahun terakhir, eskalasi harga rumah di Belanda sangat mengkhawatirkan dan memicu persoalan sosial. Menyediakan rumah yang layak bagi anak adalah perjuangan yang luar biasa bagi setiap keluarga di Belanda. Dengan menurunnya ukuran keluarga umumnya setiap keluarga bisa menyediakan ukuran ruang yang memadai bagi anak. Bagi yang pernah mengajukan izin tinggal di sebuah kota di Belanda, maka jumlah penghuni pada suatu alamat akan diperiksa silang dengan ukuran keluarga, terlebih dengan adanya anak-anak.

Lingkungan tinggal anak di Belanda adalah salah satu yang terbaik di antara negara-negara yang disurvey. Dalam jarak berjalan kaki (kurang dari 400 meter), dalam sebuah kompleks perumahan dapat ditemukan lapangan bermain. Beberapa lapangan bermain tidak hanya disediakan oleh pemerintah, melainkan juga melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta. Lapangan bermain memiliki luasan yang memadai dengan ragam permainan yang mungkin dilakoni oleh anak-anak. Lalu, apa hubungannya dengan indikator kelima dari laporan UNICEF dengan tempat bermain?



Salah satu lapangan bermain di dalam kompleks perumahan dalam jangkauan berjalan kaki


Lapangan bermain hanyalah salah satu prasarana lingkungan yang dapat disediakan untuk menunjang kesejahteraan anak. Selain memungkinkan mereka untuk bermain dengan leluasa (karena prasarananya tersedia), lapangan bermain ini memberikan rasa aman. Perlu dicatat, tingkat kriminalitas di Belanda termasuk yang terendah di dunia. Lapangan bermain dibuat dengan pertimbangan berada di tengah-tengah kompleks perumahan yang masih dalam pengawasan orang dewasa. Tidak ada grafiti dengan kesan kumuh dan intimidasi yang membuat anak-anak enggan untuk bermain pada tempat yang telah disediakan. Selain itu, tidak ada bangunan sebagai pembatas yang menghalangi pandangan orang dewasa untuk mengawasi keamanan anak-anak bersama-sama. Daya tarik suatu lokasi sebagai tempat berinteraksi adalah adanya tempat duduk, sebagai salah satu prinsip yang diterapkan dala arsitek ternama William H Whyte: "people like to sit where there are places for them to sit". Tempat duduk ini, meskipun berupa batu duduk atau bangku kayu, menjadi elemen yang wajib disediakan pada sebuah taman bermain.


Salah satu taman bermain yang dibangun dengan kerjasama pemerintah kota dan swasta. Sejak pemerintah Perdana Menteri Mark Rutte, melalui Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan, pemerintah memberikan ruang partisipasi yang sangat besar kepada masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan kota


Selain itu, insinyur lalu-lintas di Belanda yang memiliki konsep yang unik yang menghubungkan antara pemahaman dalam traffic engineering dan urban social environment. Konsep ini disebut "woornef" atau "living street" dengan berbagai teknik yang dikenal antara lain "traffic calming" atau area dengan batas kecepatan. Ketika memasuki kompleks perumahan, pengendara kendaraan dibuat seakan memasuki suasana yang berbeda, dimana jalanan didesain lebih sempit dengan diselingi "speed bump"-pengurang kecepatan sebagaimana halnya polisi tidur, namun lebih lebar - pada beberapa lokasi yang berpotensi konflik lalu lintas (umumnya dipersimpangan dan area penyeberangan). Kondisi ini memungkinkan mobilitas pejalan kaki dan pesepeda, yang sebagian besar adalah anak-anak, lebih terjamin keselamatannya. Anak-anak dengan nyaman bepergian di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Pengendara yang memasuki kawasan perumahan menjadi lebih waspada dengan membangun interaksi yang lebih intensif dengan pengguna jalan (pesepeda maupun pejalan kaki). Selain itu, pembatasan kecepatan pada tingkat tertentu dapat mengurangi polusi dari emisi kendaraan (meskipun kebijakan batas emisi sudah tergolong sangat ketat) yang memasuki area perumahan.


Speed bump atau pengurang kecepatan yang ditempatkan pada area konflik lalu lintas, seperti lokasi penyeberangan pejalan kaki dan persimpangan

Berbagai faktor lainnya bisa jadi menempatkan anak-anak di Belanda lebih sejahtera, dan menjadi lebih bahagia dibandingkan teman-teman mereka di negara lainnya, seperti sekolah dasar tanpa pekerjaan rumah, waktu bersama keluarga yang lebih panjang, dll (lihat juga: http://www.telegraph.co.uk/women/family/raise-worlds-happiest-children-time-went-dutch/), Sesuatu yang sebetulnya tidak mustahil dilakukan di Indonesia, seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa kota dengan membangun taman bermain anak.



Ditulis oleh:
Gede Budi Suprayoga
PhD Researcher (Spatial Planning, Environmental Sciences), Wageningen University
(LinkedIN: @gedebudisuprayoga)


Share this post:  
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment