Thursday, November 16, 2017

Bahagianya Anak-Anak di Eropa (Bagian 2)

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya (Bahagianya Anak-Anak di Eropa: Bagian 1).

Sumber: iamexpat.nl

Di salah satu penelitian tentang tingkat literasi negara-negara di dunia, Indonesia menempati peringkat kedua .. dari bawah; negara ke 60 dari 61 negara yang di survei. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menilai minat baca dan sarana yang mendukung perilaku tersebut. Finlandia menempati peringkat 1 dan negara-negara Eropa lainnya menempati posisi sepuluh besar, sedangkan Indonesia serta beberapa negara di Asia Tenggara terpuruk di peringkat 50-an. Bagaimana tidak, perpustakaan sebagai salah satu dan elemen terpenting dalam mendukung minat baca minim keberadaannya di tengah masyarakat di Indonesia. Coba deh, ada berapa banyak perpustakaan umum di Jakarta? Itu ibukota negara loh, bagaimana ceritanya dengan kota-kota lain?

Mencuplik artikel dari Rappler, setidaknya ada beberapa faktor yang menjadikan orang-orang Indonesia enggan membaca buku, misalnya saja tidak memiliki akses mudah untuk mendapat buku. Menurut Okky Madasari, penulis Indonesia yang memenangkan Penghargaan Sastra Khatulistiwa tahun 2012, masyarakat tidak dididik untuk gemar membaca. “Sistem pendidikan kita tidak membentuk orang untuk suka membaca buku, terutama bacaan seperti sastra. Kita hanya dibiasakan untuk menghafal dan mengikuti apa yang dikatakan guru,” katanya. Precies! Saya jadi ingat anak-anak dari Ben Cash di film Captain Fantastic yang diharuskan membaca buku tiap malam. Bacaannya pun selevel Middlemarch-nya George Eliot sampai The Fabric of the Cosmos-nya Brian Greene. Mereka kemudian dites untuk memberikan ulasan buku tersebut sesuai dengan pemahaman dan pendapat personal mereka. Mereka didik untuk mengerti bukan menghafal. Orang tua pun memegang peranan besar dalam inisiasi awal minat baca pada anak.

Perpustakaan umum di kota kecil seperti Wageningen pun membuat tempat yang nyaman untuk para pengunjung kecilnya.

Kembali ke masalah perpustakaan. Di Belanda, saya menemukan setidaknya tiap kota punya satu perpustakaan umum. Saya tinggal di kota kecil Wageningen yang ternyata punya perpustakaan yang cukup asik. Terkadang saya pun sering mengerjakan tugas di sini jika penat dengan suasana kampus. Mulai dari koneksi internet gratis hingga peminjaman DVD dan area untuk pemutaran film atau pertunjukan pun tersedia. Ini baru di kota kecil loh. Di Amsterdam, satu lantai penuh dari tujuh lantai yang ada didedikasikan untuk koleksi anak-anak lengkap dengan area bermain! Oh iya, karena ini di Belanda koleksi untuk anak-anaknya cukup terbatas hanya untuk bahasa Belanda dan sedikit bahasa Inggris. Di negara seluas 41,543 km2 dengan populasi sekitar 17 juta jiwa ini setidaknya ada 579 perpustakaan umum dan 1.700-an perguruan tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan baca penduduknya.

Perpustakaan di Eropa, atau di Belanda setidaknya, berada di tengah-tengah kota dan mudah diakses oleh masyarakat, seperti di dekat stasiun kereta atau di alun-alun kota. Tidak hanya untuk membaca, berbagai kegiatan publik pun umum diselenggarakan disini. Bayangan tentang perpustakaan bukan bangunan buram sunyi, dan berbau apak khas buku-buku lama, namun berwarna dan kekinian. Anak-anak bebas menyelami buku-buku aktivitas sesuai dengan umurnya ditemani para orang tua. Tidak jarang mereka berlarian dengan alat-alat peraga dan mainan yang tersedia. Sedari dini mereka diperkenalkan dengan pengalaman akan buku yang mengasyikkan. Semuanya dimulai dari membangun perpustakaan yang terjangkau oleh masyarakat dan yang paling penting: ramah anak.

Lantai bawah perpustakaan umum Amsterdam yang didedikasikan untuk koleksi anak, lengkap dengan berbagai mainan dan gimmick.
Bagaimana dengan Indonesia? Untuk mengejar ketertinggalan dari peringkat dua terbawah memang tidak mudah. Padahal menurut data terbaru Perpusnas RI, ada 25.728 perpustakaan di seluruh Indonesia dengan proporsi terbanyak perpustakaan sekolah, perpustakaan umum, perpustakaan daerah, perpustakaan khusus, dan perpustakaan perguruan tinggi. Sayangnya, jumlah perpustakaan yang banyak itu lagi-lagi tidak dibarengi dengan sistem pengelolaan yang mumpuni dan pelayanan yang terintegrasi. Yang mengejutkan, ternyata Jawa Barat memiliki perpustakaan daerah yang cukup banyak, 4.780 perpustakaan. Coba, selain perpustakaan kampus, seperti ITB atau Universitas Padjajaran, kamu pernah ke perpustakaan daerah ngga di Jawa Barat?

Setidaknya ada angin segar yang datang dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) di Jakarta. Perpusnas RI ini mulai dibuka kembali untuk publik pada tanggal 6 Oktober 2017 lalu dengan gedung baru setinggi 27 lantai. Dengan tinggi 126,3 meter, Perpusnas RI pun digadang-gadang menjadi perpustakaan tertinggi di dunia mengalahkan Shanghai Library di Republik Rakyat Tiongkok yang memiliki tinggi 106 meter. Yang jadi perhatian saya, di Perpusnas RI yang baru ini ada satu lantai yang khusus untuk layanan koleksi anak, lansia, dan disabilitas!

Layanan koleksi anak setidaknya mendapat jatah satu lantai, walaupun digabung dengan koleksi untuk lansia dan disabilitas. (Photo credit: kumparan.com)


Saya jadi tak sabar untuk mencoba Perpusnas RI yang baru nanti sekembalinya ke Indonesia. Semoga tidak kalah keren dari perpustakaan-perpustakaan di Eropa, terutama koleksi bacaan anak, biar anak-anak saya (dan kalian) nanti ngga iri dengan anak-anak di Eropa.



(Ditulis oleh: Novita Eka Syaputri)
Mahasiswi master Communication, Health, and Life Sciences, Wageningen University. Email: novitaekasyaputri@gmail.com, Instagram: @nobskiw



Rujukan:
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/09/16/megahnya-gedung-perpustakaan-nasional-ri-yang-baru-tertinggi-di-dunia
https://nasional.sindonews.com/read/1182242/144/budaya-membaca-di-indonesia-jauh-tertinggal-1487741860
http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia
http://gpmb.perpusnas.go.id/index.php?module=artikel_kepustakaan&id=42
http://intisari.grid.id/Unique/Others/Perpustakaan-Di-Indonesia-Banyak-Jumlahnya-Sendiri-Sendiri-Jalannya 



Share this post:  
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment